Maulid Nabi: Tidakkah Kita Menyakiti Hati Nabi saw.?
Ditulis pada Maret 19, 2008 oleh kajianislam
TIDAKKAH KITA MENYAKITI HATI NABI SAW.?
Peringatan Maulid Rasulullah Saw. yang semula dimaksudkan untuk membangkitkan kecintaan kepada Rasulullah saw. ini berkembang perlahan-lahan menjadi sangat kering. Bahkan seringkah Rasulullah tidak diikutsertakan dalam peringatan itu. Tidak jarang, peringatan maulid diisi dengan gelak canda dan tawa yang dapat menjauhkan kita dari kecintaan kepada Rasulullah Saw. Oleh karena itu, dalam memperingati maulid, kita harus berusaha menghadirkan Rasulullah saw. di dalam hati kita. Antara lain dengan membaca shalawat dan salam kepada beliau dan menghidupkan sejarah beliau.
Dahulu, sebenarnya orang-tua kita sudah meninggalkan warisan tentang bagaimana cara mencintai Rasulullah saw. dengan tata-cara yang telah mereka rumuskan. Misalnya, bagaimana shalawat selalu menyertai tahap-tahap kehidupan manusia Muslim di Indonesia. Yaitu ketika seorang anak manusia dilahirkan, dikhitan, dinikahkan, dan ketika ia meninggal dunia.
Ketika seorang anak lahir, diadakanlah akikah yang di dalam marhabannya dibacakan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Di samping itu, ketika kita lahir, kita dikelilingkan kepada orang-orang yang hadir pada resepsi akikah, dan pada telinga kita diperdengarkan shalawat dan salam dari orang di sekitar kita. Sekarang ini, sains membuktikan bahwa telinga anak yang baru lahir sudah merekam suara yang ada di sekitarnya.
Dahulu, ketika kita hendak dikhitan, ketika dibawa ke tempat khitanan diperdengarkan dahulu gemuruh suara orang membacakan shalawat dan salam kepada Nabi.
Juga kalau orang menikah, pengantin lelaki akan diantar ke pengantin perempuan, dengan iringan rebana dan shalawat. Nanti kalau orang meninggal dunia, dibacakan tahlil dan dalam tahlil itu dibacakan shalawat.
Itu menunjukkan bahwa cara yang dilakukan orang dahulu untuk menghidupkan kecintaan kepada Rasulullah di hati kita sudah dibiasakan di setiap tahap kehidupan kita. Tetapi sayang, dalam perkembangan zaman, tradisi ini tinggalkan orang. Bukan hanya ditinggalkan tetapi dianjurkan untuk ditinggalkan. Bahkan bukan dianjurkan untuk ditinggalkan tetapi malah itu dilarang dengan menyebut bahwa itu bid’ah. Sebuah nama yang menyakitkan..!
Karena itulah orang menjadi ragu untuk membacaka shalawat ini. Kalau anak lahir, sekarang ini bukan diadakan marhabanan tetapi dilaksanakan syukuran yang pembacaan shalawatnya hanya sangat sedikit; yaitu hanya di lakukan oleh muballigh pada pembukaan ceramahnya.
Belakangan ini sudah sangat keras lagi penentangan terhadap kecintaan kepada Rasulullah saw ini. Orang bukan hanya takut melaksanakannya tetapi takut kalau amal kita hapus semuanya. Ada yang menyebutnya musyrik. Dan kalau sudah dianggap musyrik, maka terhapuslah amal-amal yang pernah dilakukan. Yang dimusyrikkan, antara lain, berdiri untuk membacakan shalawat kepada Rasulullah saw. Mula-mula di-bid’ah-kan, kini sudah dimusyrikkan. Mereka menyebut itu semua bukan kecintaan tetapi kultus individu. Sebuah kata yang dibuat untuk melegitimasi kurangnya kecintaan kepada Rasulullah Saw.
Saya pernah membaca dalam sebuah Surat kabar tentang maulid, yang penulisnya mengganti istilah maulid dengan hari jadi. Pada kalimat awalnya mengatakan bahwa memperingati hari jadi merupakan kebiasaan jahiliah yang feodalistik. Waktu itu saya hampir tidak mau melanjutkan pembacaan itu. Semuanya menunjukkan bahwa sampai sekarang masih ada orang Islam yang berusaha untuk menghilangkan cara mendekatkan hati kita kepada Rasulullah Saw.
Saya menjadi teringat bahwa pengalaman itu juga pernah saya alami ketika saya mem-bid’ah-kan orang yang berdiri mengucapkan shalawat terhadap Rasulullah saw. Saya juga pernah menganggap bahwa Rasulullah saw. itu manusia biasa seperti kita. Tetapi kalau boleh saya katakan, di dalam sejarah hidup saya ini, sebenamya tercermin sejarah kaum Muslim dalam hubungannya dengan kecintaan dengan Rasulullah Saw.
Sekarang kita memperingati maulid Nabi saw. untuk mengungkapkan cinta kita kepada Rasulullah Saw. Kalau ada yang mengatakan bahwa hal itu bid’ah, biarlah semua tahu bahwa kita ini pelaku bid’ah yang mencinta Nabi saw. Dan kalau Islam itu tidak menghormati Rasulullah saw., maka kita ucapkan saja selamat tinggal kepada Islam.
Sehubungan dengan shalawat ini, saya baca dalam hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih yang maknanya kira-kira demikian, “Siapa yang berziarah kepadaku dan mengucapkan salam kepadaku, maka Allah akan kembalikan ruh ke dalam diriku dan kemudian aku akan menjawab salamnya.”
Jadi saya percaya bahwa Rasulullah saw. itu hidup kembali dan mengucapkan salam. Bahkan dalam hadis disebutkan bahwa para nabi masih beribadah dalam kuburnya. Tapi persoalan yang terakhir ini memerlukan uraian yang panjang. Disebutkan juga kalau orang tidak sempat berziarah kepadaku dan mengucapkan salam kepadaku dari tempat yang jauh, maka malaikat akan datang ke tempat itu kemudian menyampaikan salam kepadaku, kata Rasulullah saw.
Karena itu, waktu tadi kita membacakan shalawat, hati saya betul-betul tersentuh, karena saya yakin bahwa Rasulullah saw. mendengar salam saya.
Sebetulnya ada suatu fitrah dalam diri manusia itu untuk mencintai seseorang yang dikaguminya. Ketika manusia tidak mendapatkan seseorang yang dicintainya, maka mereka mencari siapa saja yang bisa menyalurkan rasa cinta mereka itu. Hal yang seperti ini terjadi juga pada manusia-manusia modern. Mereka mencari orang yang bisa dicintai oleh seluruh jiwa dan raganya, yang untuknya ia rela mengorbankan apa saja demi orang yang dicintainya.
Lihatlah, orang yang mencintai Michael Jackson, ketika bertemu dengannya. Mereka akan meneriakkan namanya, bahkan menjerit, menangis. Ketika dia datang ke Singapura, banyak diantara penggemarnya yang datang ke sana adalah orang-orang Indonesia. Mereka menjerit dengan jeritan yang sama, “Michael Jackson!”
Begitu pula ketika Rebecca Gilling, salah seorang bintang film “Return to Eden”, datang ke Jakarta. Ribuan orang datang ke situ tanpa ada panitianya. Orang-orang yang datang begitu banyak untuk menyentuh, paling tidak bekas injakan kakinya. Itu semua disebabkan karena kerinduan seseorang untuk mencintai seseorang.
Dan bukan tidak mungkin pula bahwa yang datang adalah kaum Muslim yang sudah kehilangan kecintaan mereka terhadap Rasulullah saw, akibat berbagai rekayasa sosial, misalnya dengan menyebut bahwa hal itu sebagai bid’ah dan musyrik.
Kita disuruh mencintai Rasulullah saw. seperti yang disebutkan dalam hadis dan ayat-ayat Al-Quran. Sebagaimana halnya tanaman, cinta memerlukan siraman supaya tumbuh subur. Kalau tidak disiram, maka tumbuhan itu akan layu. Karena itu, kita menghidupkan cara untuk menyirami kembali pohon kecintaan kepada Rasulullah saw. supaya menakjubkan orang yang menanamnya.
Kalau kecintaan itu tumbuh seperti pohon besar yang akan menakjubkan orang yang menanamnya, maka akan marahlah orang-orang kafir. Kita berupaya menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah saw. agar membuat takjub kepada kaum Muslim dan pada saat yang sama membuat marah orang-orang kafir. Bahkan belum sempurna kecintaan kita kepada Rasulullah saw. kalau belum membuat marah orang-orang kafir.
Ada beberapa peristiwa berkenaan dengan diri Nabi Muhammad Saw., terutama dari penderitaan beliau. Sebagaimana kita ketahui bahwa Rasulullah saw. itu adalah orang yang sangat banyak menderita, baik sebelum maupun sesudah menjadi Rasulullah saw. Al-Quran mengatakan:
Maka barangkali kamu akan membunuh dirimui karena bersedih hati sesudah mereka berpaling sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (QS 18: 6).
Rasulullah menderita sejak kecil. Beliau lahir, ayahnya sudah mendahuluinya. Ketika berusia enam tahun, ibunya meninggal dunia. Kemudian beliau dititipkan kepada Abdul Muthalib yang menyayanginya. Kepada Abu Thalib, Abdul Muthalib berpesan agar menjaganya dengan sebaikbaiknya, karena anak ini akan membawa suatu perkara yang besar. Abu Thalib menerima amanat itu, sehingga ketika Abu Thalib membawa Muhammad ke Syam, di pertengahan jalan ada pendeta yang memberitahukan bahwa anak ini adalah nabi. Ketika Abu Thalib mendengar nasihat pendeta itu, Abu Thalib dengan penuh keimanan mengurungkan niatnya untuk berdagang, dan memutuskan untuk kembali ke Makkah. Jadi, Abu Thalib telah mengetahui bahwa Muhammad akan menjadi nabi yang terakhir.
Abu Thalib menjaga Muhammad saw. karena ia mengetahui bahwa anak ini adalah Rasulullah. la menyayanginya sepenuh jiwa dan raga sejak sebelum Muhammad menyatakan dirinya sebagai Rasulullah. Abu Thalib ra. kemudian oleh banyak orang dikafirkan. Bahkan dijadikan contoh betapa susahnya memperoleh hidayah.
Rasulullah saw. jelas mendengar hal ini dan saya yakin bahwa Rasulullah saw. sakit hati. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw. menderita bahkan sampai ketika ia telah meninggal dunia. Padahal Al-Quran mengatakan bahwa orang yang menyakiti Rasulullah saw. itu akan dilaknat oleh Allah, malaikat dan Rasul-Nya (QS 33: 57).
Tentang Abu Thalib ini Rasulullah saw. pernah berkata, “Aku dan si pemelihara anak yatim, akan bersama-sama di surga.” Tetapi makna hadis ini kemudian diartikan secara umum, dan Abu Thalib tidak disebut-sebut lagi.
Jadi, hingga sekarang ini, Rasulullah saw. masih menderita karena pamannya dikafirkan orang. Padahal ketika hari kematian pamannya itu, yang kebetulan bertepatan dengan meninggalnya Khadijah ra, Rasulullah saw. menganggapnya sebagai tahun penderitaan.
Nabi itu manusia yang amat luhur, mudah sekali meneteskan air matanya. Pernah suatu saat seorang sahabat datang kepada beliau memberitahukan bahwa ada anak kecil yang meninggal dunia. Waktu itu Rasulullah saw. datang, kemudian beliau mencucurkan air matanya. Beliau tidak sanggup menahan penderitaan anak kecil itu. Begitu pula ketika putranya, Ibrahim, meninggal dunia. Rasulullah saw. menangis melihat orang-orang menderita, padahal penderitaan Rasulullah sendiri melebihi penderitaan mereka semua.
Mungkin kalau penderitaan Rasulullah saw. ini berasal dari orang kafir dapat kita pahami. Misalnya, Rasulullah saw. difitnah, dituduh sebagai tukang sihir, dituding sebagai dukun, bahkan dianggap orang gila. Dibuat opini yang jelek tentang Rasul saw. supaya orang tidak mau mendengarkannya.
Di samping itu orang kafir pun mengganggu beliau secara fisik. Ketika Rasulullah saw. berada di depan para sahabatnya, beliau diludahi oleh Utbah bin Abi With. RasuI Saw. mengusap ludah itu dengan sabar seraya berkata, “Suatu saat engkau akan menyesali apa yang kaulakukan.” Itulah antara lain penderitaan Rasulullah dari orang-orang kafir.
Namun yang menyedihkan adalah penderitaan Rasulullah saw. yang disebabkan oleh orang Islam sendiri. Agak tidak enak saya menceritakan ini. Akan tetapi sebagai pelajaran ada baiknya peristiwa ini kita ceritakan. Misalnya, pada waktu Rasulullah saw. membagikan ghanimah kepada sahabatnya, ada suara yang berteriak, “Berbuat adil, ya Rasulullah.” Kemudian Rasulullah berkata, “Kalau bukan aku yang adil siapa lagi yang akan adil di dunia ini.”
Ketika Rasulullah saw. membagikan pampasan perang (ghanimah) pada waktu penaklukan Makkah, beliau diantar oleh orang Anshar. Ketika sampai di Makkah beliau bagikan ghanimah kepada orang yang baru masuk Islam. Kebetulan yang baru masuk Islam itu adalah kerabat dekatnya sendiri. Maka orang Anshar itu menggerutu, “Lihatlah Muhammad, kalau sudah menang temyata keluarganya juga yang diutamakan.”
Perkataan itu terdengar oleh Rasulullah Saw.. Beliau mengumpulkan orang yang protes itu lalu berkata, “sekiranya seseorang memasuki suatu lembah dan orang-orang Anshar memasuki lembah yang lain, maka demi Allah aku akan mengikuti kamu wahai orang-orang Anshar. Aku tahu kamu yang membela aku, yang menolong aku, aku tidak akan melupakan jasa-jasamu. Tetapi aku akan bertanya kepada kamu hai orang Anshar, Mana yang kamu pilih, harta orang yang hatinya masih harus dijinakkan atau membawa aku, Rasulullah, bersama kalian.”
Pada waktu itu orang Anshar menangis dan berkata, “Ya Rasulullah aku memilih membawa engkau saja kembali ke Madinah”.
Suatu saat Rasulullah saw. pulang dari medan pertempuran Tabuk. Rasulullah saw. kembali dengan berjalan menaiki bukit dan menyuruh para sahabatnya lewat bukit yang lain. Waktu itu. Rasulullah saw. ditemani oleh Hudzaifah. Pada malam hari terdengar suara di sekitar bukit itu. Kata Rasulullah saw., Kejarlah suara itu. Setelah dikejar, mereka -yang menutup mukanya seperti ninja- semua lari. Ketika Hudzaifah kembali, Rasulullah saw. berkata, “Itu adalah sahabat-sahabat kita yang akan mencelakakan diriku dengan menakut-nakuti kendaraanku”.
Jadi mereka menakuti kendaraan Rasulullah saw. supaya Rasulullah saw. terjatuh ke bawah tebing dengan kendaraan yang ditungganginya. Kemudian Rasulullah saw. bertanya kepada Hudzaifah lagi, “Apakah kamu kenal orang itu.” “Tidak,” kata Hudzaifah, “Karena semuanya pakai topeng.” Lalu Rasulullah saw. memberikan nama-nama orang itu.
Itulah antara lain peristiwa-peristiwa yang dialami oleh Rasulullah Saw. dari orang Islam. Padahal Rasulullah saw. itu orang yang paling sayang terhadap kerabatnya. Beliau akan merasa sedih terhadap penderitaan kaum Muslim.
Yang terakhir, yang juga merupakan penderitaan Rasulullah saw. adalah ketika Rasulullah saw. bermimpi mimbarnya dikerubuti kera. Kemudian turun ayat dalam Surat Al-Isra’ ayat 60 yang memberi peringatan bahwa itu adalah ujian bagi Rasulullah saw.
Tetapi sejak mimpi itu Rasulullah saw. begitu sedih. Beliau selalu bermuka duka. Hal itu terjadi sampai akhir hayat Rasulullah Saw. Suatu malam. Rasulullah saw. pergi ke Baqi dan di situ Rasulullah saw. berkata, “Nanti akan ada fitnah yang, menggunung. Waktu itu berada di perut bumi lebih baik daripada di punggung bumi.”
Pada waktu itu Rasulullah saw. membayangkan suasana ketika kaum munafik mencemari ajaran Rasulullah saw, ketika Sunnah Rasulullah saw. diganti demi kepentingan politik, ketika agama dimainkan oleh orang yang memiliki kekuasaan Rasulullah saw. sangat menyedihkan hal itu, dan menangisi itu semua. Menangisi mimbar besar agama Rasulullah saw. sepeninggal beliau.
Ternyata itu semua terjadi. Saya yakin bahwa Rasulullah saw. sangat menderita karena misi besarnya telah banyak diubah oleh kaum Muslim. Mungkin salah satu yang diubah adalah kecintaan kita terhadap Rasulullah Saw. Ungkapan cinta yang seharusnya menjadi sunnah, ungkapan tawhid, sekarang disebut syirk. Maafkan kami, ya Rasulullah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan